Jumat, Februari 09, 2018

Ayah Tercinta ...

Aku tertegun ...

Begitu cepat Allah memanggilmu

Dua tahun sudah engkau pergi

Namun rasanya engkau masih di sini bersama kami

Belum cukup rasanya baktiku padamu

Belum cukup aku membalas semua kebaikan dan kemuliaanmu

Setiap tetes keringat dan cucuran air matamu

Dalam mendidikku dari buaian hingga akhir hayatmu ...

dalam diammu, aku merasakan kasih sayang yang tulus

dalam perkataanmu...

aku merasakan kebajikan dan kebijakan

seorang ayah yang selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya

kuingat tutur kata nasihatmu...

dalam menguraikan cara pandangmu mengarungi hidup ini

untuk selalu pasrah dan tawakkal hanya kepada Rabb Penguasa Seluruh Alam Semesta dalam suka ataupun duka ...

kesabaran, kegigihan, dan keteguhanmu

akan selalu menjadi cahaya semangat bagi kami

untuk meneruskan semua kebajikan dan amal ibadahmu


Yaa Rahmaan... Yaa Rahiim...

Mohon ampunanMu bagi ayahku dan kami yang beliau tinggalkan

Mohon lapangkan jalan ayahku menujuMu

Mohon bimbing langkah ayahku untuk sampai ke jannahMu

Mohon bimbing langkah kami untuk dapat berkumpul di jannahMu

Mohon tuntun langkah kecilku ini agar senantiasa melangkah di jalanMu

Mohon cahayaMu bagiku dalam mengarungi hidup ini

Mohon tuntunlah hambaMu yang lemah ini agar menjadi anak yang sholehah

sebagai amal ibadah seorang anak kepada Ayah tercinta

Amiin Allahumma amiin ...

Luv and miss U much ...

Dedicated to My Beloved Father

Kamis, Maret 25, 2010

Saudariku, inilah kemuliaanmu

بسم الله الرحمن الرحيم
Allah telah menetapkan syariat Islam yang lengkap dan sempurna, serta terjamin keadilan dan kebenarannya. Allah berfirman,

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-An’aam: 115)

Artinya, al-Qur’an adalah firman Allah yang benar dalam berita yang terkandung di dalamnya, serta adil dalam perintah dan larangannya, maka tidak ada yang lebih benar dari pada berita yang terkandung dalam kitab yang mulia ini, dan tidak ada yang lebih adil dari pada perintah dan larangannya.(Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 174))

Di antara bentuk keadilan syariat Islam ini adalah dengan tidak membedakan antara satu bangsa/suku dengan bangsa/suku lainnya, demikian pula satu jenis (laki-laki atau perempuan) dengan jenis lainnya, kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. al-Hujuraat: 13)

Dalam ayat lain Dia berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Qs. an-Nahl: 97)

Juga dalam firman-Nya,

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ

“Maka Allah memperkenankan permohonan mereka (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain.” (Qs. Ali ‘Imraan: 195)

Apresiasi Islam Terhadap Kaum Perempuan

Sungguh agama Islam sangat menghargai dan memuliakan kaum permpuan, dengan menetapkan hukum-hukum syariat yang khusus bagi mereka, serta menjelaskan hak dan kewajiban mereka dalam Islam, yang semua itu bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan mereka.(Lihat kitab al-Mar’ah, Baina Takriimil Islam wa Da’aawat Tahriir (hal. 6))

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Wanita muslimah memiliki kedudukan (yang agung) dalam Islam, sehingga disandarkan kepadanya banyak tugas (yang mulia dalam Islam). Oleh karena itu, Nabi selalu menyampaikan nasehat-nasehat yang khusus bagi kaum wanita (misalnya dalam HR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468)), bahkan beliau menyampaikan wasiat khusus tentang wanita dalam kutbah beliau di Arafah (ketika haji wada’) (HR.Muslim (no. 1218)). Ini semua menunjukkan wajibnya memberikan perhatian kepada kaum wanita di setiap waktu. (Kitab at-Tanbiihaat ‘ala ahkaamin takhtashshu bil mu’minaat (hal. 5))

Di antara bentuk penghargaan Islam terhadap kaum perempuan adalah dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam. (Lihat keterangan syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitab Hiraasatul fadhiilah (hal. 17))

Adapun perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hukum syariat, maka ini justru menunjukkan kesempurnaan Islam, karena agama ini benar-benar mempertimbangkan perbedaan kondisi laki-laki dan perempuan, untuk kemudian menetapkan bagi kedua jenis ini hukum-hukum yang sangat sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka.

Inilah bukti bahwa syariat Islam benar-benar ditetapkan oleh Allah Ta’ala, Zat Yang Maha Adil dan Bijaksana, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Allah berfirman,

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Mulk: 14)

Ini semua menunjukkan bahwa agama Islam benar-benar ingin memuliakan kaum perempuan, karena Islam menetapkan hukum-hukum yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan kodrat mereka, yang dengan mengamalkan semua itulah mereka akan mendapatkan kemuliaan yang sebenarnya.

Ketika menjelaskan hikmah yang agung ini, syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Allah, Dialah yang menetapkan dan menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan, dalam ciri, bentuk dan kekuatan fisik. Laki-laki memiliki fisik dan watak yang lebih kuat, sedangkan perempuan lebih lemah dalam (kondisi) fisik maupun wataknya…

Dua macam perbedaan inilah yang menjadi sandaran bagi sejumlah besar hukum-hukum syariat.

Allah Yang Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci) dengan hikmah-Nya yang tinggi telah menetapkan adanya perbedaan dan ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan dalam sebagian hukum-hukum syariat, (yaitu) dalam tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan bentuk fisik, serta kemampuan masing-masing dari kedua jenis tersebut (laki-laki dan perempuan) untuk menunaikannya. (Demikian pula sesuai dengan) kekhususan masing-masing dari keduanya pada bidangnya dalam kehidupan manusia, agar sempurna (tatanan) kehidupan ini, dan agar masing-masing dari keduanya menjalankan tugasnya dalam kehidupan ini.

Maka Allah mengkhususkan kaum laki-laki dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan) kekuatan, kesabaran dan keteguhan mereka (dalam menjalankan hukum-hukum tersebut), (juga sesuai dengan) semua tugas mereka di luar rumah dan usaha mereka mencari nafkah untuk keluarga.

Sebagaimana Allah mengkhususkan kaum perempuan dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan) terbatasnya kemampuan dan kelemahan mereka dalam menanggung (beban), (juga sesuai dengan) semua tugas dan tanggung jawab mereka di dalam rumah, dalam mengatur urusan rumah tangga, dan mendidik anggota keluarga yang merupakan generasi (penerus) bagi umat ini di masa depan.

Dalam al-Qur’an, Allah menyebutkan ucapan istri ‘Imran,

وليسَ الذكَرُ كالأُنْثى

“Dan laki-laki tidaklah sama dengan perempuan” (Qs. Ali ‘Imraan: 36)

Maha suci Allah yang milik-Nyalah segala penciptaan dan perintah (dalam syariat Islam), dan (milik-Nyalah) segala hukum dan pensyariatan.

أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ، تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Ketahuilah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. al-A’raaf: 54)

Inilah iradah (kehendak) Allah yang bersifat kauniyyah qadariyyah (sesuai dengan takdir dan kodrat yang telah Allah tetapkan bagi semua makhluk) dalam penciptaan, pembentukan rupa dan bakat (masing-masing makhluk). Dan inilah iradah (kehendak)-Nya yang bersifat diniyyah syar’iyyah (sesuai dengan ketentuan agama dan syariat yang dicintai dan diridhai-Nya). Maka terkumpullah dua iradah (kehendak) Allah ini (dalam hal ini) untuk (tujuan) kemaslahatan/kebaikan hamba-hamba-Nya, kemakmuran alam semesta, dan keteraturan (tatanan) hidup pribadi, rumah tangga, kelompok, serta seluruh masyarakat. (Kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 18-20))

Beberapa contoh hukum-hukum syariat Islam yang menggambarkan pemuliaan dan penghargaan Islam terhadap kaum perempuan:

1. Kewajiban memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna bagi wanita ketika berada di luar rumah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzaab,59)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu, “Supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Ini menunjukkan bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat). Hal ini dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya… Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk”. (Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 489))

2. Kewajiban memasang hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

Allah berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijab/tabir antara laki-laki dan perempuan,

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Qs. al-Ahzaab: 53)

Syaikh Muhammad bin Ibarahim Alu syaikh berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu, dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya”. (Kitab al-Hijaabu wa Fadha-iluhu (hal. 3))

3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama. (Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53))

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. al-Ahzaab: 33)

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah ) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu Hibban (no. 5599) dan at-Thabrani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 2890), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan syikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2688))

Syaikh Bakr Abu Zaid ketika menerangkan hikmah agung diharamkannya tabarruj dalam Islam, beliau berkata, “Adapun dalam agama Islam maka perbuatan ini (tabarruj) diharamkan, dengan kuat dan kokohnya keimanan yang menancap dalam hati seorang wanita muslimah, dalam rangka (mewujudkan) ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (dalam rangka) menghiasi diri dengan kesucian dan kemuliaan, menghindarkan diri dari kehinaan, juga (dalam rangka) menjauhi perbuatan dosa, memperhitungkan pahala dan ganjaran (dari-Nya), serta takut akan siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita muslimah untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhi (semua perbuatan) yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam (tubuh) kaum muslimin, dengan tersebarnya perbuatan-perbuatan keji, merusak (moral) anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan zina. Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit (yang menyimpan keinginan buruk) kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain (juga) berdosa”.(Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 105))

4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita, yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، … والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم”

“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya …seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.”(HR. al-Bukhari (no. 2416) dan Muslim (no. 1829))

Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan agungnya kedudukan dan peran kaum wanita dalam Islam, karena merekalah pendidik pertama dan utama generasi muda Islam, yang dengan memberikan bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan umat Islam.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin berkata, “Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki (kondisi) masyarakat, hal ini dikarenakan (upaya) memperbaiki (kondisi) masyarakat itu ditempuh dari dua sisi,

- Yang pertama, perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah).

- Yang kedua, perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di dalam rumah. Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita, karena merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.

Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan, bahwa sesungguhnya kebaikan separuh atau bahkan lebih dari (jumlah) masyarakat disandarkan kepada kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal,

1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salla. Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki (kondisi) masyarakat.

2. Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita, yang ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam (upaya) memperbaiki masyarakat. (Kitab Daurul Mar-ati fi ishlaahil Mujtama’ (hal. 3-4))

Bangga Sebagai Wanita Muslimah

Contoh-contah di atas cuma sebagian kecil dari hukum-hukum syariat yang menggambarkan penghargaan dan pemuliaan Islam terhadap kaum perempuan. Oleh karena itulah, seorang wanita muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allah untuk berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah dia merasa bangga dalam menjalankan hukum-hukum syariat-Nya. Karena dengan itulah dia akan meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat, dan semua itu jauh lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.

Allah berfirman,

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga), kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)’.” (Qs. Yunus: 58)

“Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan “keimanan kepada-Nya”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “al-Qur’an“. (Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftahu Daaris Sa’aadah (1/227))

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan kemuliaan (yang sebenarnya) itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang yang beriman, akan tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Qs. al-Munaafiqun: 8)

Dalam ucapannya yang terkenal Umar bin Khattab radhiallahu’anhu berkata, “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam ini, pasti Allah akan menjadikan kita hina dan rendah.”( Riwayat Al Hakim dalam “Al Mustadrak” (1/130), dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi)

Penutup

Dalam al-Qur’an Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana telah menjelaskan sebab untuk meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat bagi laki-laki maupun perempuan, yang sesuai dengan kondisi dan kodrat masing-masing.

Renungkanlah ayat yang mulia berikut ini,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Maka Wanita yang shaleh adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (memberi taufik kepadanya).” (Qs. an-Nisaa’: 34)

Semoga Allah menjadikan tulisan ini bermanfaat dan sebagai nasehat bagi para wanita muslimah untuk kembali kepada kemuliaan mereka yang sebenarnya dengan menjalankan petunjuk Allah Ta’ala dalam agama Islam.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 25 Syawwal 1430 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni

***

Sumber : www.muslimah.or.id

Sabtu, Juli 11, 2009

FaceBook Haram ? Mari kita pelajari

Dikutip dari blognya Galih Hermawan :


Alhamdulillahi nahmaduhu wa nusholli wa nusallimu ‘alaa rasulihil kariim. Amma ba’du.

Akhir-akhir ini berita yang muncul di internet yang cukup mengejutkan para FaceBookers (penggemar situs FaceBook.com) adalah munculnya informasi (fatwa) dari sebagian ‘ulama Islam yang mengatakan bahwa penggunaan FaceBook diharamkan.

Sumber bisa diperoleh di sini:

Forum Santri Haramkan Friendster dan Facebook

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/05/22/19412039/forum.santri.haramkan.friendster.dan.facebook

Ulama Jatim Fatwakan Facebook Haram

http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/12856/ulama-jatim-fatwakan-facebook-haram

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata ada tambahan informasi, dengan sumber yang sama menyatakan bahwa penggunaan FaceBook secara berlebihan adalah haram (kondisional).

Sumber ada di sini:

Lirboyo: Facebook Haram Jika Merangsang Syahwat

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/05/24/brk,20090524-177809,id.html

Facebook Haram?

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/05/24/08194589/Facebook.Haram

Mari kita telusuri sedikit berkenaan dengan objek pembahasan (FaceBook.com), untuk selanjutnya akan penulis singkat dengan istilah FB.

FaceBook.Com adalah sebuah situs atau website bertipe social networking, dimana di dalamnya menyediakan fasilitas bagi para anggotanya untuk mengisikan data-data pribadinya, meliputi biodata, riwayat sekolah, pekerjaan, dan lain-lain. Keuntungan lain yang ditawarkan oleh pengembang situs FaceBook.com salah satu di antaranya adalah pengguna dapat mencari teman (anggota lain) yang memiliki kriteria sama, misal satu sekolah, satu kota, satu penggemar, dan lain-lain.

Situs lain yang mempunyai fungsi hampir sama dengan FB adalah Friendster.com, MySpace.com, dan lain-lain.

Fasilitas lain yang menurut penulis merupakan kesukaan dari anggota FB adalah kemudahan menuliskan status secara realtime, dimana anggota FB dapat setiap saat menuliskan apa yang ada difikirannya, baik sekedar untuk memberitahukan aktivitas yang dilakukan oleh anggota yang bersangkutan, kirim informasi, iseng, dan lain-lain yang ditujukan khususnya pada semua anggota yang mempunyai akses untuk melihat status orang lain, biasanya anggota yang sudah menjadi Teman (Friend) dari anggota yang bersangkutan.

Kadang kala ketika seorang anggota FB lagi suntuk, ada masalah, bad mood, sering juga ditemui kata-kata umpatan, caci maki, atau ungkapan kekesalan.

Ada juga yang memanfaatkan FB untuk saling berkirim informasi atau pesan ke anggota lain yang menjadi temannya.

Dan tentunya fasilitas-fasilitas lain yang beraneka ragam.

FB dalam hal ini mempunyai dampak positif dan negatif sebagaimana objek lain yang ada di dunia.

Kita ilustrasikan dengan pisau, ada yang memanfaatkan untuk kebaikan, seperti memotong buah-buahan, menyembelih hewaan kurban, dan keperluan rumah tangga lainnya.

Ada juga yang menggunakannya untuk kejahatan, seperti membunuh orang dengan sengaja (berniat jelek), dan perbuatan lain yang dapat membahayakan nya hidup makhluk hidup secara tidak sah menurut hukum hakam agama Islam, maupun hukum negara.

Sekilas yang penulis tangkap, dengan mengharamkan suatu objek dikarenakan ada pemanfaatan objek yang menyalahi aturan sepertinya kurang tepat. Kecuali jika objek tersebut memang jelas-jelas diharamkan oleh agama Islam, seperti anjing, babi, dan hal-hal lain yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Sedangkan FB ini adalah salah satu teknologi sebagaimana pisau, semuanya tergantung dari si penggunanya dan untuk keperluan apa teknologi tersebut dimanfaatkan. Jika pengharaman FB memang terjadi, itu sama artinya dengan mengharamkan pisau secara mutlak, dikarenakan ada pemanfaatan pisau yang menyalahi aturan.

Hal ini akan memicu para pengguna FB untuk melakukan kritik perbandingan, seperti:

  1. Kenapa Friendster.com dan Myspace.com tidak diharamkan, toh sama dengan FB?
  2. Kenapa tidak teknologi internet sekalian yang diharamkan?
  3. Kenapa tidak komputer sekalian diharamkan?
  4. Dan lain-lain.

Kurang lebih itulah yang penulis lihat dalam forum-forum diskusi di internet, terutama KasKus.us sebagai salah satu komunitas online terbesar di Indonesia.

Apalagi pengguna internet, khususnya FB, yang beraneka ragam, baik dari segi pendidikan, pekerjaan, agama, suku, dengan tanpa melakukan cross check terlebih dahulu menimbulkan tulisan-tulisan yang penulis pandang sebagai bentuk pencacian dan kritik terhadap ‘ulama – ‘ulama yang bersangkutan. Dimana tentunya ini dapat menimbulkan dosa bagi ummat Islam yang melakukannya. Sedangkan bagi Syeithon dan bala tentaranya, orang-orang kafir, memanfaatkan momen ini untuk mengadu domba ummat Islam, antara ‘ulama yang pro dan ‘ulama yang kontra, antara ummat dan ‘ulama, dsb.

Tentunya hal ini bagi kita ummat Islam sangat tidak diharapkan.

Kalau kita pelajari, setiap teknologi akan mempunyai dampak positif dan negatif, apalagi yang dibuat oleh orang-orang kafir dengan maksud supaya ummat Islam lalai dari melaksanakan perintah-perintah Allah ta’ala dan sunnah Rasulullah saw.

Hak bagi ‘alim ‘ulama yang ada kemampuan berijtihad adalah mengeluarkan fatwa demi tegaknya agama Islam di muka bumi, demi kemaslahatan ummat. Apabila fatwa yang dikeluarkan salah, si mujtahid akan dapat 1 pahala, jika benar akan dapat 2 pahala.

Alangkah lebih baik dan bijaksana jika setiap ummat Islam, khususnya para ‘alim ‘ulama untuk membimbing ummat supaya senantiasa mengusahakan peningkatan iman dan amal sholihnya, mengajak terhadap pengamalan sunnah-sunnah Rasulullah saw., memberi contoh yang baik dalam amal-amal masjid, dan amal-amal sholih lainnya. Dengan adanya iman yang kuat, kesibukan dalam amal sholih, insya Allah akan menjadi tameng dari segala bisikan-bisikan syeithon, termasuk teknologi-teknologi apapun yang dapat digunakan untuk memudharatkan ummat Islam.

Termasuk FB, maupun teknologi lain, atau bahkan benda-benda apapun di dunia ini tidak akan mampu menyesatkan hamba Allah yang diberi petunjuk oleh Allah ta’ala.

Bagi kita ummat Islam yang bukan dari kalangan ‘alim ‘ulama, apapun fatwa yang dikeluarkan berkenaan dengan pengharaman FB, meskipun bukan keluar dari MUI Indonesia secara terpusat, atau menurut jumhur ‘ulama di dunia, jangan sampai membuat kita mencaci-maki dan mengkritik ‘alim ‘ulama kita tersebut.

Jika Anda ragu-ragu mengenai fatwa tersebut, silakan ditanyakan pada ‘alim ‘ulama di tempat Anda atau dimanapun, khususnya MUI berkenaan dengan fatwa tersebut, kemudian mohonlah petunjuk dari Allah ta’ala dan amalkan secara istiqomah (konsisten).

Insya Allah dengan demikian hati kita akan senantiasa bersih dari sangka buruk, iri dengki, dan terpelihara dari kekotoran hati. Kita juga minta pertolongan pada Allah ta’ala agar hati kita senantiasa diisi dengan harapan dan ketergantungan kepada Allah ta’ala dan amal sholih kita, jangan sampai ada sedikitpun ketergantungan pada makhluk-makhluk Allah, teknologi apapun, termasuk FB ini.

Mari kita fahami dan amalkan hadits Nabi berikut:

“Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila ummatku sudah mengagungkan dunia, maka akan tercabut dari mereka kehebatan Islam. Dan apabila mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan wahyu. Dan apabila ummatku saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah ta’ala.‘ ” (Hakim, Tirmidzi, dalam kitab Durul Mantsur).

Mudah-mudahan Allah ta’ala memberikan kita taufik dan hidayah untuk senantiasa menjalankan semua perintah-Nya sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah Muhammad shalallaahu ‘alaihi wasallam. Amiin.

Rabu, Maret 11, 2009

Sunyi..

Hening rasa …

Walau di tengah keramaian

Cermin di dinding pantulkan seraut wajah sayu ,

Tampak suram …

Sulit rasanya kukenali wajah itu

Walau rasanya amat kukenal

Tetap sulit untuk dikenali




Entah mengapa

Sunyi itu terasa lebih dari biasanya

Diam- diam mulai menyelinap

Ke bilik-bilik hati

Sedikit demi sedikit

Mulai merajai ruang hati




Yaa Rahmaan …

Izinkanlah ruang hati

Terisi hanya dengan nama-Mu

Tetap dengan nama-Mu

Hingga akhir zaman



Jangan biarkan terganti …

Penuh sesak oleh

si kesunyian …



Yaa Rahmiin…

Izinkanlah ku menemukan-Mu

Di dalam sunyi di tengah keramaian

Papahlah langkah gontai ini

Walau terseret kesunyian

aku ingin menemukan-Mu ...

Rabu, Desember 24, 2008

Menghiasi hati dengan menangis

“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.

Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain

Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi.

Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.

Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung

Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.

Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt.

Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Menyadari bahwa surga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit

Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam surga. Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk surga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.

Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.

Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Albaqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih

Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: surga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)

Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.

Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw. pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan. “Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat, jika seorang hamba Allah tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan Allah, justru menangislah karena ketidakmampuan itu.

Semoga bs jd renungan buat kita semua, terutama saya ;(

Dikutip dari www.dakwatuna.com

Cinta ...

Ya Allah ..
Saat aku menyukai seorang teman
Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir
Sehingga aku tetap bersama Yang Tak Pernah Berakhir

Ya Rahmaan ..
Ketika aku merindukan seorang kekasih
Rindukanlah aku kepada yang rindu Cinta Sejati-Mu
Agar kerinduanku terhadap-Mu semakin menjadi

Ya Rahiim ..
Jika aku hendak mencintai seseorang
Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu
Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu

Ya Rabb ..
Ketika aku sedang jatuh cinta
Jagalah cinta itu
Agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Ya Kariim ..
Ketika aku berucap aku cinta padamu
Biarlah kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada-Mu

Sebagaimana orang bijak berucap ..
Mencintai seseorang bukanlah apa-apa
Dicintai seseorang adalah sesuatu
Dicintai oleh yang kau cintai sangatlah berarti
Tapi dicintai oleh Sang Pencinta adalah segalanya ..

Mudahkanlah jalanku bertemu dengannya ..

amiin Allahumma amiin ..

Muhasabah Diri ..

Yaa Allah …
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang redup di samudra langit-Mu yang tanpa batas

Yaa Rahmaan …
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapan-Mu
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan sembah sujudku
Akan tetapi hamba terus menggantungkan segunung harapan pada-Mu

Yaa A’ziiz …
Baktiku tiada arti, ibadahku hanyalah sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka-Mu
Betapa sadar diri ini begitu hina dihadapan-Mu
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhluk-Mu
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini,
Hati yang telah terkotori oleh noda ini, memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajah-Mu yang mulia

Yaa Ghoffur …
Aku fakir di hadapan-Mu tapi juga kikir dalam mengabdi kepada-Mu
Semua makhluk-Mu meminta kepada-Mu dan juga pintaku
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku
yang telah banyak memberi arti dalam hidupku
Bahagiakanlah mereka mudahkanlah segala urusannya
Mungkin tanpa kami sadari, kami pernah melanggar aturan-Mu
Bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah-Mu
yang telah Engkau percayakan kepada kami
Ampunilah kami …
Pertemukan kami dalam surga-Mu dalam bingkai kecintaan kepada-Mu

Yaa Rauuf …
Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada-Mu
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada-Mu
Atau dalam maksiat kepada-Mu

Ya Kariim …
Tutuplah aib kami dengan sebaik-baiknya penutupan
Jangan biarkan kami saling menyakiti sesama saudara
Jangan biarkan kami melewatkan Ramadhan ini
dengan iman dan amal yang tak mendapat ridha-Mu